Keharusan Wali Dalam Pernikahan Nikah, Apa Syaratnya Menjadi Wali NikahKeharusan Wali Dalam Pernikahan Nikah, Apa Syaratnya Menjadi Wali Nikah

bspradiopekalongan.com, PERNIKAHAN – Dalam prinsip hukum Islam bahwa pernikahan yang tidak dihadiri oleh wali (orang yang berhak mewakili perempuan dalam pernikahan) maka pernikahanya tidaklah sah hukumnya. Bahkan dalam kontek Indonesia yang menganut hukum Islam, pernikahan yang sah memerlukan kehadiran wali yang sah dan setuju dengan pernikahan tersebut.

Dalam perkawinan Islam di Indonesia, Keberadaan wali merupakan satu dari lima rukun nikah.

Definisi Wali Nikah

Perwalian secara bahasa bermakna cinta atau pertolongan, sedangkan perwalian secara syariat ialah menyerahkan perkataan pada orang lain dan pengawasan atas keadaannya.

Wali, dalam konteks ini, ialah sebutan untuk pihak lelaki dalam keluarga atau lainnya yang bertugas mengawasi keadaan atau kondisi seorang perempuan, khususnya dalam bab nikah yang biasanya adalah ayah dari perempuan yang akan menikah atau kerabat laki-laki yang lebih dekat jika ayahnya tidak ada.

Dari penjelasan di atas, bisa kita pahami bahwa yang berhak menjadi wali adalah para pewaris ‘ashabah dari calon mempelai wanita. Sedangkan urutan penyebutan dalam urutan prioritas yang berhak menjadi wali nikah yaitu :

  1. Ayah.
  2. Kakek ( Bapaknya ayah )
  3. Saudara laki laki seayah seibu
  4. Saudara laki laki se ibu saja;
  5. Anak laki laki saudara laki laki se ayah se ibu
  6. Anak laki laki saudara laki laki se ayah saja;
  7. Paman ( saudara ayah )
  8. Anak paman ( saudara ayah ). Apabila urutan wali diatas tidak ada semua maka
  9. Tuan yang memerdekannya.
  10. Kemudian bila tidak ada semua mulai nomor 1 sampai 9 maka ahli waris asobahnya nomor 9. 10. Hakim.

Syaratnya Menjadi Wali Nikah

Dalam fikih pernikhan Islam, dijelaskan bahwa syarat masing-masing dari wali membutuhkan enam syarat:

  1. Islam. Sehingga wali tidak boleh orang kafir, kecuali permasalahan yang dikecualikan.
  2. Baligh. Sehingga wali seorang wanita tidak boleh anak kecil.
  3. Berakal. Sehingga wali seorang wanita tidak boleh orang gila, baik gilanya terus menerus atau terputus-putus.
  4. Merdeka. Sehingga seorang wali tidak boleh berupa budak di dalam ijab (serah) nikah. Seorang budak diperkenankan menjadi orang yang qabul (terima) di dalam akad nikah.
  5. Laki-laki. Sehingga seorang wanita dan khuntsa tidak bisa menjadi wali nikah.
  6. Adil. Sehingga seorang wali tidak boleh fasiq.

Referensi : Kitab Fathul Qorib Matan Taqrib Imam Abu Suja’

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *