SER BANSER Nasibmu : Do’a dan Harapan Al Mukarom KH Ubaidillah Shodaqah Rois Syuriyah PWNU Jawa Tengah menceritakan pengalaman manisnya bersama Banser.

Khidmah Banser Untuk Ulama, Kyai dan Umat

Satu peristiwa penting dan layak menjadi pelajaran berharga datang dari Barisan Ansor Serbaguna yang familiar disebut Banser. Orang awam seringkali mengibaratkan Banser sebagai Tentaranya Nahdlatul Ulama (NU). Selain dilihat dari seragam (baju kebesaranya) yang bermotif loreng layaknya seragam tentara pun demikian tugas dan aksinya dimasyarakat sebagai tim pengamanan sering kali membuat masyarakat menyamakanya dengan tentara.

Namun bagi kalangan (warga) NU, peranan Banser “dianggap” melebihi tentara karena mereka sering bersentuhan dengan Banser dalam kehidupan sosial-masyarakat. Dimulai pada saat pengajian rutin maupun pengajian akbar dalam rangka mempengringati hari besar, kegiatan karnaval dan pesta rakyat, satgas penanggulangan bencana dan punggawa prosesi pemakaman sampai kegiatan pribadi ngunduh mantu dan jadi tukang parkirpun mereka hampir selalu terlibat.

Sampai-sampai tokoh ulama NU Jawa Tengah KH. Ubaidillah Shodaqoh Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al Itqon Bugen Semarang merasa “kapiran” (istilah jawa berati heran) bagaimana bisa dirinya yang juga sebagai warga negara bisa menjalankan peran kemanfaatan sebegitu luas dimasyarakat.

Kyai Ubed, panggilan akrab KH. Ubaidillah Shodaqoh Rois PWNU Jawa Tengah dihati warga NU pun pernah iseng menggoda Banser. Dalam satu kesempatan tertentu, Kyai Ubed celetuk kepada rombongan Banser yang sedang bertugas untuk meminta rokok. “mas-mas, boleh minta rokoknya?” kira-kira begitu.

Mendengar Kyai Ubed meminta rokok, spontan seorang Banser langsung merogoh saku bajunya yang tebal dan penuh kantong. Sekitar satu menit lamanya kira-kira, barulah disodorkan sebungkus rokok dari sakunya untuk Kyai Ubed. “Niki Kyai rokokipun sumonggo” (Ini Kyai Rokoknya, Silahkan). Namun ketika rokok tersebut disodorkan, Kyai Ubed seketika itu terkejut kaget, karena melihat isinya hanya 2 (dua) batang rokok. Itupun sudah bengkok hampir patah rokoknya karena tertekan sesuatu ketika dalam kantong seragam Banser. Dan yang mengherankan lagi rokoknya itu kretek (tanpa busa), agar bisa diisap sampai ujung jari. “Gagah-gagah seragame rokoke kok ketengan tur meleyot wis pak tugel mas (Sudah berpakaian gagah gini kok rokoknya eceran dan kempet hampir putus mas)” gumam Kyai Ubed penuh perihatin sambil garuk-garuk kepala mungkin saat itu.

Jadi teringat guyonanya Almarhum Almaghfurlah KH. Hasyim Muzadi Mantan Ketua PBNU kala itu menyebut, Banser itu kalo mau tugas hanya mampu beli rokok eceran dan itu yang buat mereka sakti. Bahkan dalam acara-acara pengajian dan lainya, seringkali Banser mendapat snack/jajan paling belakangan. Itupun kalau ada sisa diacara, kalau habis buat jamuan tamu dan jamaah, mereka akan makan seadanya.

Kyai Ubed kembali menceritakan pengalaman menariknya bersama Banser di daerah Semarang, tepatnya saat pengajian akbar dijemput oleh 8 (delapan) orang Banser yang menunggangi 4 (empat) sepeda motor berboncengan. Mereka berlagak sangat gagah, sekalipun ada yang gendut diantara mereka. Saat mengawal Kyai, sesekali dari mereka ada yang meniupkan peluit untuk melancarkan perjalanya. Akan tetapi lagi-lagi tindakan Banser itu bukanya malah menyibak kemacetan jalan, justru membuat Kyai ngelus dodo (istilah jawa kasihan) karena melihat sumpritan (peluitnya) sudah karatan. Jangankan sirine layaknya kendaraan pengawal jalanan, peluitnya saja lusuh dan lampu pengamanya sudah njamur (jamuran).

Bisa dibayangkan, mereka para Banser malam mengawal dan menjaga keamanan berbagai acara dari pengajian sampai sosial dan pagi esoknya mereka harus bekerja untuk menafkahi keluarganya. Ada sebagian mereka yang kerjanya kantoran, itupan paling satpam atau petugas keamanan dan paling banyak menjadi guru agama. Tidak sedikit dari mereka adalah buruh tani, buruh pabrik atau kuli batu dan semacamnya. Tapi khidmah (kecintaan) kepada guru, kyai dan tetangga serta lingkunganya begitu besar untuk rela bersusah-payah mengabdi. Padahal, sangat mungkin dirumahnya hanya tersedia beberapa liter beras untuk makan.

Diantara mereka sekrang juga bergeliat menjadi seorang dosen, doktor yang menjadi bagian dari mereka dan menjadi pendonor rokok atau jajan mereka ketika bertugas. Tidak ada istilah saling mengungguli dalam jabatan, karena diantara mereka pasti akan berebut tugas memberi pelayanan. Selama ini dalam pandangan Kyai Ubed saat melakukan blusukan di Jawa Tengah, selalu menjumpai Banser yang siap dan sigap menyabutnya. Disetiap keramaian di pantura maupun jawa bagian selatan, didalam penanggulangan bencana apalagi disetiap pengajian. Masya Allah, tanpa upah tanpa bayaran mereka Banser siap siaga berkhidmah dan berbakti pada masyarakat disemua lapisan.

Konsistensi Perjuangan Banser Untk NKRI

Dalam hal perjuangan terhadap NKRI, sejarah yang mereka miliki dalam membela bangsa sudah tidak diragukan lagi. Lahir pada tanggal 10 Muharam 1353 H atau 24 April 1934 sebagai bagian dari Anshoru Nahdlatul Ulama (ANO) yang kali pertama dikukuhkan 2 (dua) tahun setelahnya dimalang menjadi suplai pasukan laskar Sabilillah dan Hizbullah dibawah komando Kyai, telah membuktikan diri mereka mampu melawan dan mengusir penjajan Bangsa Indonesia. Apalagi pada peristiwa revolusi 65, betapa besarnya jasa mereka dalam menjaga dan melindungan masyarakat, kyai dan tokoh masyarakat melewatinya. Hingga lahirnya era reformasi atas runtuhnya Orde Baru, mereka digencet segencet-gencetnya namun tidak melawan dan mengeluh untuk tetap berkhidmah dan berbakti kepada masyarakat dan Negeri tercinta.

Kini ketika NKRI terancam atas intoleransi, ektrimisme dan radikalisme atas nama agama dan bahaya perpecahan. Mereka tidak mundur sejengkal atau pura-pura dungu untuk berteriak lantang dan melakukan aksi nyata demi kokohnya Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1946 dan NKRI di Republik Indonesia.

Mereka tidak mau berdiam diri untuk mencegah provokasi kerukunan umat yang berkoar-koar dimasjid dan simbol agama. Mereka tidak tega ulama dan umaro’ (pemerintah)nya diolok-olok dan dijelek-jelekan sebagai ahli bid’ah dan anti khilafah. Mereka tidak bisa melihat Pancasila dilecehkan dan dinistkan. Mereka tidak hanya menjadikan 2 (dua) gelintir rokok sebagai taruhanya, akan tetapi segenap jiwa, raga dan nyawa mereka untuk Indonesia.

Anehnya, banyak yang mengaku akademisi dan ilmuan baik doktor maupun profesor bersama orang yang mengaku ulama’ malah melihat sinis pada mereka. Menyayangkan mereka dan mengabarkan seantero dunia maya pada Banser adalah musuh utama agama dan negara. Aduh, kasian kang-kang banser. Jasamu tidak terlihat oleh penggede dan tokoh ibukota yang selama ini dibela. Tapi Saran Kyai Ubed, janganlah engkau surut para Banser untuk khidmah dan berbakti kepada agama, bangsa dan negeri. Karena penghargaan dari Gusti Allah Tuhan alam semesta jauh lebih sakti dari pujian seorang diri.

Semoga amal perjuanganmu para Banser, diterima oleh Allah Swt dan rizkimu dinerikan kelancaran dan keberkahan sehingga dapat memondokkan atau mengkuliahkan anak-anakmu sampai jadi profesor dan yang jelas semoga rokokmu tidak dibeli dengan harga eceran. *) disarikan dari tulisan KH. Ubaidillah Shodaqoh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *