Mengenang Buya Syakur Guyon Dengan Gus Dur dalam KisahMengenang Buya Syakur Guyon Dengan Gus Dur dalam Kisah

bspradiopekalongan.com, Pekalongan – Ini salah satu kisah nyata tentang Buya Syakur Yasin panggilan akrab Prof. Dr. KH. Abdul Syakur Yasin, MA yang ditulis dan dialami oleh M. Mas’ud Anam. Kisah itu bermula pada suatu maghrib, Buya Syakur beliau sedang duduk di sofa. Di kursi lain ada Dr KH As’ad Said Ali, mantan Wakil Kepala (Waka) Badan Intelijen Negara (BIN). Di kursi sebelah Kiai As’ad juga duduk Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA, ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu). Kiai Asep populer sebagai pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan Pacet Mojokerto Jawa Timur.

Beliau-beliau itu di ruang tamu kediaman Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, MA. Tepatnya di Madrasah Aliyah Unggulan Amanatul Ummah 02 Leuwimunding Majalengka Jawa Barat. Tentu beliau tak kenal saya. Paling tidak, tidak mengenal saya secara akrab, meski saya pernah bertemu beliau. Pada 21 September 2019. Juga di Pesantren Amanatul Ummah Surabaya dan juga Pacet Mojokerto Jawa Timur. Tapi saya langsung menyapa beliau. Sekaligus cium tangan beliau. Lalu saya mengajak foto bersama. “Buya Syakur ini sangat populer di YouTube,” kata saya kepada Kiai As’ad dan Kiai Asep. Buya Syakur tertawa. Kiai As’ad dan Kiai Asep pun ikut tertawa.

“Yang nonton 190 juta,” timpal Buya Syakur kemudian. Menjelaskan penonton pengajiannya di YouTube.

“Kajian-kajiannya sangat menarik dan sangat rasional,” kata saya lagi.

“Ada yang mengatakan saya ulama ultrarasional,” timpal Buya Syakur sambil tersenyum.

Kiai As’ad pun membuka cerita. “Ketika Gus Dur menjadi ketua umum PBNU ada yang mengusulkan agar Buya Syakur diangkat sebagai pengurus Syuriah PBNU,” tutur Kiai As’ad Said Ali yang mantan Wakil Ketua Umum PBNU. Tapi Gus Dur tak setuju.

Loh, kenapa? Bukankah Buya Syakur sahabat akrab Gus Dur? Bahkan Gus Dur sangat mengapresiasi dan memuji pemikiran-pemikiran Buya Syakur yang sangat rasional dan brilian.

“Kata Gus Dur, kalau Buya Syakur diangkat sebagai pengurus, NU akan bubar,” tutur Kiai As’ad Said Ali. Kenapa? Karena ilmu dan wawasan keagamaan para pengurus dan kiai di PBNU belum bisa menjangkau pemikiran Buya Syakur.

Pemikiran Buya Syakur memang kontroversial. Melampaui batas pemikiran para ulama pada umumnya. Banyak yang memuji pemikiran Buya Syakur. “Tapi banyak yang membully,” tutur Buya Syakur sembari tersenyum. “Tapi saya tak peduli. Biarin saja,” tambah Buya Syakur.

Kiai Asep yang selama ini diam dan hanya mendengarkan langsung berkomentar. “Berarti panjenenangan waliyullah. Karena membiarkan caci maki dan tak mau membalas dan merespon bully masyarakat,” kata Kiai Asep.

Tiga kiai itu langsung serempak tertawa. Buya Syakur memang sangat istimewa. Bahkan Gus Dur memuji Buya Syakur: “Hanya ada tiga orang cendekiawan muslim di Indonesia ini. Pertama pak Nurcholis Madjid. Kedua, pak Quraish Shihab dan yang ketiga pak Syakur. Namun, kalian tak mungkin tahu siapa pak Syakur itu. Karena hidup beliau di kampung terpencil nun jauh di sana,” kata Gus Dur.

Pernyataaan Gus Dur itu diuangkap Buya Syakur di depan para mahasiswanya.

Latar belakang pendidikan Buya Syakur luar biasa. Ulama berusia 75 tahun (lahir 2 Februari 1948) itu semula banyak belajar di pesantren. Diantaranya di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon Jawa Barat. Usai nyantri di Pesantren Babakan, pada 1971 Buya Syakur melanjutkan ke Kairo Mesir. Skripsi sarjananya berjudul “Kritik Sastra Objektif Terhadap Karya Novel-Novel Yusuf As-Siba’i (Novelis Mesir)”.

Dikutip Wikipidea, tahun 1977, Buya Syakur menyelesaikan pendidikan Ilmu Al-Qur’an di Libya. Pada 1979, ia menyelesaikan pendidikan sastra Arab. Pada 1981, Sang Buya menyeselesaikan pendidikan magister dalam bidang sastra linguistik di Tunisia. Ia sempat diangkat sebagai staf ahli di Kedutaan Besar Tunisia. Nah, untuk S3 ia kuliah di London dengan konsentrasi pada studi dialog teater. Buya Syakur lulus tahun 1985. Ia menghabiskan waktu 20 tahun belajar di Afrika dan Eropa. Otomatis Buya Syakur sangat mahir bahasa Arab dan Inggris. Pada 1991 Buya Syakur kembali ke Indonesia bersama Gus Dur, Quraish Shihab dan Nurcholis Madjid (Cak Nur).

Kenapa disebut ulama ultrarasional? Karena pemikiran-pemikiran keagamaan Buya Syakur super rasional. Tapi tetap dalam bingkai al-Quran dan Hadits. Bukan tafsir bebas yang semata berdasarkan akal dan nafsu. Maklum, Buya Syakur sangat menguasai bahasa Arab secara detail dan mahir. Jadi tidak seperti pemikir Islam liberal yang semata didasarkan pada logika.

Namun tepat pada hari ini, 17 Januari 2024 diusia 75 tahun. Buya Syakur seorang ulama yang lahir di Desa Tulungagung, Sukagumiwang Indramayu Jawa Barat meninggal dunia. Semoga Allah Swt merahmatinya dan mengampuni segala kesalahanya serta menempatkan sisi-Nya. Amin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *