bspradiopekalongan.com, MUSLIMAH VIBE – Persoalan berkaitan dengan haid (keluarnya darah bagi para wanita) erat kaitanya dengan pelaksanaan ibadah sholat. Selain peristiwa haid yang dialami wanita itu menjadi mani’us sholat (larangan wanita untuk menunaikan sholat) dan bahkan wanita yang melakukan sholat pada saat haid hukumnya dosa. Namun demikian jatuhnya haid atau selesainya haid yang bertepatan dengan waktu yang menjadi kewajiban untuk menunaikan ibadah sholat maktubah (sholat wajib lima waktu) yang menjadi persoalanya.
Seringkali seorang wanita yang mengalami haid pada saat sudah masuk waktu sholat dan belum menunaikanya atau sebaliknya seorang wanita selesai dari haid pada saat ketika waktu sholat tertentu namun tidak sempat menunaikanya. Disinilah kewajiban meng-qhodo’ sholat (mengganti sholat) itu menjadi keharusan pada setiap wanita yang mengalaminya, bukan semua ibadah sholat yang ditinggalkan selama wanita mengalami haid. Namun sholat di waktu jatuhnya haid atau selesaianya yang menjadi penentu wanita melakukan qhodo’ sholat.
Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Sayidah Aisyah Radhiya Allahu anha dalam Kitab Bulughul Maraam Min Adillatil Ahkam Imam Ibnu Hajar al Ashqolani :
عن عائشة رضي الله عنها، أن فاطمة بنت أبي حبيش كانت تستحاض، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم: أن دم الحيض دم أسود يعرف، فاذا كان ذلك فامسكي عن الصلاة، فاذا كان الآخر فامسكي عن الصلاة وصلي (رواه ابو داود)
Artinya : “Dari Sayyidah Aisyah ra bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy mengeluarkan darah, kemudian Nabi berkata kepadanya, “Sesungguhnya darah haid adalah darah hitam yang sudah diketahui, maka jika darah tersebut keluar, tinggalkanlah shalat, dan jika selain darah haid yang datang maka wudhulah, kemudian shalatlah.” (HR Abu Dawud).
Lalu, bagaimana dengan mengqhodo’ sholat saat jatuh dan selesainya haid. Bukankah mengqhodo’ sholat yang ditinggalkan pada saat haid jelas dilarang?
Memang benar, wanita yang mengalami haid tidak memiliki hutang sholat yang menjadikan dirinya wajib untuk mengqhodo’ sholatnya selama dalam masa haid, bahkan mengqoho’ sholat selama haid atau nifas (wanita keluar selain haid) hukumnya haram karena berstatus sebagai dza’imul hadas (wanita memiliki hadas). Namun demikian, bukan berati seorang wanita itu bebas total dari beban atau kewajiban untuk qodho’ sholat.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaaj Bi Syarhil Alfadzil Minhaj :
ومن ثم لو اعتادت الانقطاع في جزء من الوقت بقدر ما يسع الوضوء والصلاة ووثقت بذالك لزمها تحريه فاذا وجد الانقطاع فيه لزمها المبادرة بالفرض
Artinya : “Dan karena itu, jika seorang wanita terbiasa putus darahnya dalam bagian waktu tertentu, sekira waktu yang memuat wudhu’ dan shalat, serta ia yakin dengan kemungkinan tersebut, maka ia wajib untuk memperhatikan waktu tersebut. Jika ditemukan terputusnya darah dalam waktu tadi, wajib baginya untuk segera melaksanakan kefardhuan.”
Penjalasan ini yang kemudian menunjukan kewajiban bagi para wanita yang menjadi dza’imul hadas karena haid, untuk memperhatikan betul kapan haidi itu datang dan selesai. Karena sangat dimungkinkan menjadi dza’imul hadas atau selesai pada saat waktu wajib menunaikan sholat dan tidak melaksanaknya dan untuk memahai kewajiban mengqhodo’ Sholat perlu memahami situasinya sebagai berikut :
1. Kewajiban Mengqodo’ Sholat Saat Jatuh Haid
Seorang wanita yang jatuh haid berkewajiban untuk melakukan qhodo’ sholat, jika waktu datangya haid pada saat waktu sholat sudah masuk. Kemudian wanita dza’imul hadas memiliki waktu yang cukup untuk mengambil wudlu dan menunaikan ibadah Sholat namun tidak sempat melakukan Sholat. Maka wanita dza’imul hadas itu berkewajiban untuk mengqhodo’ Sholat pada waktu jatuh haidnya itu pada saat setelah selesainya nanti.
Contoh kasus : Misalkan seorang wanita yang datang haid nya jam 12.10 (dua belas lebih sepuluh menit), sedangkan waktu sholat dhuhur adalah jam 12.01 (dua belas lebih satu menit), sehingga ada renggang waktu selama 9 menit yang cukup untuk mengambil wudlu dan menunaikan sholat. Maka wanita yang bersatatus dza’imul hadas ini sudah melewati waktu yang cukup untuk mengambil wudlu dan menunaikan sholat dhuhur ini, berkewajiban mengqodo’ sholat dhuhurnya pada saat haidnya sudah selesai nanti.
2. Kewajiban Mengqodo’ Sholat Pada Saat Selesainya Haid
Kewajiban seorang wanita yang selesai haid melakukan qhodo’ sholat dilihat dari waktu selesainya, kalau wanita berstatus dza’imul hadas itu selesai pada waktu sholat namun belum sempat menunaikan ibadah sholat. Maka wanita dza’imul hadas yang selesai dari haidnya itu wajib segera mengqhodo’ sholatnya yang pada waktu selesainya haid tadi itu.
Contoh kasus misalkan, seorang wanita dza’imul hadas selesai dari haidnya pada pukul 04.00 pagi bertepatan waktu cukup untuk menunaikan sholat subuh namun baru bersuci pada pukul 07.00 yang mana sudah melewati waktu sholat subuh. Maka wanita haid yang selesai dari status dza’imul hadas berkewajiban untuk mengqhodo’ ibadah sholat subuh. Bahkan, ketika wanita dza’imul hadas yang mengetahui telah selesai dari haidnya hanya beberapa detik atau sedikit waktu sholat yang hampir selesai namun cukup untuk takbirotul ikhrom (melaksanak takbir sholat), maka kewajiban untuk mengqhodo’ sholat tetap menimpanya.
Bahkan, khusus pada persoalan wanita yang dza’imul hadas selesai dari haidnya diwaktu sholat yang bisa dijamak (sholat fardu yang dapat digabung karena udzur), sebagian ulama mewajibkan untuk mengqodo’ sholat sebelumnya. Misalkan, wanita dza’imul hadas suci dari haidnya diwaktu sholat ashar maka sholat dhuhurnya untuk diqhodo’, atau selesainya di waktu sholat isya’ maka sholat maghribnya diqhodo’. Namun jika selesai haid pada waktu dhuhur maka yang wajib hanya sholat dhuhur saja dan begitupula ketika suci dari haid pada waktu sholat maghrib yang wajib hanya sholat maghrib saja.
Sehubungan dengan persoalan haid yang begitu detilnya, maka para wanita direkomendasikan untuk selalu memperhatikan tanda-tanda kapan haid itu datang dan selesai secara rutin. Imam Malik dalam kitabnya Syarhul Kabir Li Syaikh Dasuqi menganjurkan wanita untuk mengecek tanda-tanda haid dalam 2 (dua) waktu, yaitu : Pertama, setiap akan menunaikan ibadah sholat dan Kedua, setiap malam menjelang pada saat akan tidur. Wallahu A’lam.
Muhammad Ilman Nafia Ketua Lakpesdam PCNU Kota Pekalongan
