bspradiopekalongan.com, TOKOH NU – Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur, adalah salah satu Presiden Indonesia yang memiliki banyak legacy penting, baik dalam bidang sosial, politik, maupun agama. Salah satu keberhasilan yang paling dikenal dan dikenang oleh banyak orang adalah cara beliau mengelola konflik besar dan ketegangan politik dengan tetap menjaga agar tidak ada pertumpahan darah, bahkan saat beliau jatuh dari kursi Presiden.
Hal demikian bahkan diungkapkan langsung oleh KH Bahaudin Nur Salim seorang Kiai Pesantren ternama yang dikenal Gus Baha dalam salah satu kegiatan Haul Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Menurut Gus Baha’, seorang presiden yang paling saya kenal dan para ulama seluruh Indonesia atau mungkin seluruh dunia adalah Gus Dur yang berhasil mengelola konflik itu tidak menjadi pertumpuhan darah. Dan ini menjadi satu prestasi yang Insyaallah jadi amal beliau mendapat ridanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebab yang paling dihindari oleh Islam sebisa mungkin adalah jangan sampai ada darah menetes apalagi hanya demi kekuatan sebagaimana diajarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Pada tahun 2001, Gus Dur mengalami peristiwa yang sangat dramatis dalam karier politiknya—ia dilengserkan dari jabatannya sebagai Presiden melalui proses impeachment oleh DPR. Keputusan ini diambil di tengah-tengah ketegangan politik yang melibatkan partai-partai politik, militer, dan juga rakyat Indonesia yang mengalami ketidakpastian pasca-Orde Baru. Namun, yang menarik dan sangat dikenang adalah meskipun terjadi pergolakan politik yang sangat besar, Gus Dur tetap mampu mengelola transisi tersebut dengan cara yang damai, tanpa menimbulkan pertumpahan darah atau kerusuhan besar.
1. Konteks Sosial dan Politik yang Memanas
Ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden, Indonesia sedang berada dalam masa transisi setelah 32 tahun pemerintahan otoriter Soeharto. Krisis ekonomi, kerusuhan sosial, dan ketegangan politik antara pemerintah dan oposisi sangat terasa. Gus Dur dihadapkan pada tantangan berat untuk menstabilkan negara yang terpecah-pecah, baik secara sosial maupun politik.
Pada saat itu, konflik-konflik terbuka mewarnai hampir setiap aspek kehidupan negara. Di beberapa daerah, seperti Aceh dan Papua, terdapat pemberontakan yang mengancam keutuhan NKRI. Ketegangan antaragama dan etnis, seperti yang terjadi di Maluku dan Poso, juga menambah kekhawatiran akan ledakan kekerasan yang bisa mengarah pada konflik berdarah.
2. Mengelola Krisis dengan Pendekatan Damai
Ketika situasi politik semakin memanas dan suara-suara oposisi semakin keras, Gus Dur tetap berpegang pada prinsip tidak menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Beliau lebih memilih pendekatan damai dan dialog, serta berusaha menjaga perdamaian di tengah krisis yang melanda negara. Salah satu contohnya adalah ketika konflik horizontal meletus di beberapa daerah, Gus Dur tidak pernah sekali pun menggunakan aparat militer untuk meredamnya secara paksa.
Keputusan Gus Dur untuk menghindari kekerasan dalam situasi yang penuh ketegangan menunjukkan kematangan dalam memimpin. Meski berhadapan dengan tekanan politik yang luar biasa, beliau lebih memilih untuk menempuh jalan diplomasi dan negosiasi. Ini adalah pencapaian besar, terutama dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan potensi kekerasan yang mengancam negara.
3. Jatuh dari Kursi Presiden dengan Damai
Pada 23 Juli 2001, Gus Dur secara resmi dilengserkan dari kursi Presiden melalui proses impeachment yang dilakukan oleh DPR. Meskipun proses ini penuh dengan ketegangan politik dan melibatkan berbagai manuver politik dari berbagai pihak, Gus Dur tetap mampu menghadapinya dengan kepala dingin.
Hal yang sangat menonjol dan mengesankan dalam peristiwa ini adalah bagaimana Gus Dur mengelola transisi kekuasaan dengan cara yang damai. Meskipun banyak pihak yang menentang dan bahkan berusaha menggulingkan dirinya, Gus Dur tidak merespons dengan tindakan represif atau kekerasan. Ketika beliau dipecat oleh DPR, beliau menerima keputusan tersebut dengan tenang dan tidak mengupayakan kekerasan untuk mempertahankan posisinya. Sebagai pemimpin yang sangat paham akan pentingnya stabilitas negara, Gus Dur memilih untuk memberi contoh bagaimana menyelesaikan perbedaan politik dengan cara yang konstitusional dan damai.
4. Pascajatuh dari Kursi Presiden: Legasi Damai Gus Dur
Setelah jatuh dari kursi Presiden, Gus Dur tidak berdiam diri dalam kemarahan atau balas dendam. Sebaliknya, beliau tetap menjadi figur yang sangat dihormati di kalangan masyarakat Indonesia. Keputusannya untuk tidak menanggapi dengan kekerasan atau perlawanan yang destruktif membuatnya tetap menjadi simbol kedamaian dan kebijaksanaan. Banyak orang yang mengagumi sikap beliau yang tenang dan legowo menerima kenyataan tersebut tanpa membuat situasi semakin buruk.
5. Pengelolaan Konflik Tanpa Pertumpahan Darah: Pelajaran yang Tertinggal
Keberhasilan Gus Dur dalam mengelola konflik tanpa pertumpahan darah, khususnya saat jatuh dari kursi Presiden, meninggalkan pelajaran penting dalam sejarah politik Indonesia. Beliau menunjukkan bahwa meskipun dalam kondisi yang sangat sulit dan penuh ketegangan, seorang pemimpin dapat memilih untuk menanggapi situasi dengan kepala dingin dan bijaksana. Gus Dur tidak hanya mengajarkan kita tentang politik dan kekuasaan, tetapi juga tentang kemanusiaan, bahwa dalam kondisi apapun, kekerasan bukanlah solusi.
Keberhasilan Gus Dur dalam mengelola konflik tanpa pertumpahan darah, bahkan ketika beliau jatuh dari kursi Presiden, adalah salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah Indonesia. Gus Dur tidak hanya menjadi simbol perdamaian dan kebijaksanaan, tetapi juga mengajarkan kita bahwa dengan ilmu yang bersanad.
Menurut Gus Baha’, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga pernah berdamai ketika terjadi tarik ulur di saat itu terhadap musuhnya yang padahal jelas-jelas nyata merugikan Rasulullah. Sehingga menjadi fiqih menjadi Bekti bahwa perdamaian itu harus kita jaga. Bahkan langkah tersebut juga dilakukan oleh ayahnya Gus Dur, KH Wahid Hasyim ketika beliau menginginkan negara berdasar Islam itu banyak di buku termasuk beliau Panitia Sembilan Persiapan Kemerdekaan yang berbentuk Pancasila kemudian itu disosialisasikan diforum Muktamar. (Adm-01A)
