Almaghfurlah KH. Mohammad Hasan Gengong, Guru Para Kyai dan HabaibAlmaghfurlah KH. Mohammad Hasan Gengong, Guru Para Kyai dan Habaib

bspradiopekalongan.com, Untoldstory – Mbah Yai Hasan Genggong yang dikenal sebagai seorang Wali Wali dan guru sufi yang terkenal sebagai Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah yang dianggap sebagai sumber mata air ummat di masanya. Merupakan spiritualis berdirinya Nahdlatul Ulama dan menjadi guru para Kyai dan Habaib di Indonesia.

KH. Mohammad Hasan dengan nama kecil Ahsan bin Syamsudin, lahir di entong, Krejengan, Probolinggo Jawa Timur pada 27 Rojab 1259H yang bertepatan denan Tahun 1840 M, merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong yang kedua.

Keistimewaan Kiai Hasan Genggong sudah tampak sejak ia masih di dalam kandungan sang ibu. Ketika hamil sang ibu bermimpi menelan bulan, mimpi itu diartikan jika kelak anak dalam kandungannya akan menjadi orang yang mulia.

Ayahanda Al Marhum yang bernama Kiyai Syamsuddin bertempat tinggal di desa Sentong Krejengan Probolinggo dan Ibunda Almarhum bernama Hajjah Khadijah, namun masyarakat memanggil beliau dengan Kiyai Miri dan Nyai Miri. Ayah Bunda Almarhum adalah seorang yang Taqwa kepada Allah, taat ibadahnya, sholatnya dan puasanya, ahli shodaqoh baik kepada santri-santrinya maupun pada masyarakat sekitarnya.

Kiai Syamsuddin ayahnya juga mengalami hal unik serupa sang istri. Suatu ketika, Kiai Syamsuddin mengisi ceramah di desa lain dan pulang larut malam. Di jalan mendaki, Kiai Syamsuddin melihat cahaya dari kejauhan memancar dari arah timur. Rupanya, sinar itu berasal dari rumahnya. Saat sang ayah sampai rumah, Kiai Hasan Genggong rupanya sudah lahir.

Perjalanan Spiritualitas Kiai Hasan Genggong

KH. Hasan Genggong merupakan Intelektual yang produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadits. Salah satu karyanya adalah kitab Nadham Safinatun Najah dan yang paling monumental adalah Aqidatut Tauhid.

Dalam diri almarhum telah nampak adanya kelebihan- kelebihan sejak kecil dari saudara-saudaranya serta kerabat-kerabatnya. Sifat-sifat yang melekat di dalam dada almarhum, tidak terdapat pada diri saudara-saudara dan kawan-kawannya. Sikap sopan, tawadhu’, ramah tamah pada semua pihak, dermawan, cerdas pikirannya, cepat daya tangkap hafalannya serta teguh daya ingatannya, merupakan sifat yang memang dimiliki oleh almarhum sejak kecil lebih-lebih sikap qana’ah (menerima apa adanya).

KH. Mohammad Hasan dimulai sejak kecil sampai usia 14 tahun sudah berguru di Pondok Pesantren Sentong dibawah asuhan KH. Syamsuddin. Kemudian Pondok Pesantren Sukonsari, Pojentrek-Pasuruan Asuhan KH. Mohammad Tamin dan berlanjut di Pondok Pesantren Bangkalan selama 3 tahun asuhan KH. Mohammad Cholil di Pesantren ini menggembleng diri serta memperdalam semua Ilmu Agama dan Menunaikan ibadah Haji sekaligus belajar dan memperdalam Ilmu Agama selama 3 tahun di Mekkah Al Mukarramah.

Kiprah dan Perjuangan KH Moh Hasan Genggong

Pada zaman penjajahan Belanda, Al Marhum selamanya bersikap non cooperation (Uzlah) dengan pihak pemerintah India-Belanda. Oleh karenanya, segala unsur yang berbau penjajah ditolak dan dilarang oleh Al Marhum. Betapapun kondisi fisik Al Marhum pada saat-saat memuncaknya angkara penjajah, nampak lemah karena usia, namun Al Marhum juga sempat menghadiri rapat-rapat akbar di pelosok-pelosok tanpa mengenal payah. Al Marhum sebagai rakyat dari bangsa suatu Negara, tidak pernah absen dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi tercinta.

Didalam Tabligh-tabligh beliau pidato-pidatonya menanamkan rasa kebangsaan yang kuat serta menanamkan keyakinan Iman Islam dan Ikhsan dengan suara Ayat Al Qur’an Hadits Nabi Muhammad saw. Di dalam ikut sertanya Al Marhum merintis Kemerdekaan Negara kita tercinta ini.

Pada saat musim paceklik tengah melanda masyarakat, khususnya di daerah sekitar pondok genggong ditambah lagi keganasan serdadu jepang mengumbar nafsu merampasi kekayaan yang ada pada masyarakat. Peristiwa yang cukup rumit ini,menyebabkan penderitaan kekurangan pangan terhadap penduduk di sekitar Genggong.

Tuhan Maha Pengasih dan Maha penyayang.Dan kasih sayang Tuhan yang di salurkannya lewat Almarhum. Sebab tidak jauh dari kediaman Almarhum telah diketemukannya sejenis tumbuhan yang berbentuk bulat-bulat di sawah yang dinamakan ANGGUR BUMI. Buah anggur bumi inilah yang akhirnya menjadi pelepas haus dan makanan masyarakat. Anehnya, walaupun anggur itu berulangkali di ambil malah bertambah banyak. Karna masyarakat benar-benar merasakan mamfaatnya, maka merekapun bersyukur dan berterimakasih kepada Almarhum.

Detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia, jauh sebelumnya telah dirasakan oleh Almarhum. Namun Almarhum toh memerintahkan kepada putranya yang bernama K. Nasnawi (wafat), untuk membentuk barisan pejuang dengan nama “ANSHORUDINILLAH”, sebagai barisan untuk memepertahankan Negara Agama. Dan ini benar, sebab tidak lama kemudian pemberontakan di Surabaya meletus. Kemudian timbul inisiatif dari komandan polisi Kraksaan (Bapak Abd. Karim), untuk menjadikan barisan tersebut sebagai pasukan inti digaris depan. Kemudian, berdasarkan hasil musyawarah, nama ANSHODINILLAH itu dirubah menjadi “BARISAN SABILILLAH”.

Barisan Sabilillah ini kemudian dikirim ke tulangan Sidoarjo antara lainnya di dalamnya terdapat Non Akhsan, Lora Sufyan, dan lain-lain.

Dalam situasi yang gawat ini, tidak sedikit para pejuang angkatan 45 yang datang kepada Al Marhum untuk memohon do’a restu, demi kejayaan dan keselamatan perjuangan bangsa melawan penjajah yang akan memasuki kembali wilayah bumi tercinta ini.

Lebih-lebih disaat berkobarnya api perjuangan menghadapi aksi penjajah Belanda dalam class I dan II. Pondok Genggong juga dijadikan sebagai kubu pertahanan gerilyawan- gerilyawan. Disini Al Marhum memberikan gemblengan kepada santri- santrinya memberikan santapan bathin serta mendo’akan bagi gerilyawan- gerilyawan demi keselamatan mereka.
Ayahanda Al Marhum yang bernama Kiyai Syamsuddin bertempat tinggal di desa Sentong Krejengan Probolinggo dan Ibunda Almarhum bernama Hajjah Khadijah, namun masyarakat memanggil beliau dengan Kiyai Miri dan Nyai Miri. Ayah Bunda Almarhum adalah seorang yang Taqwa kepada Allah, taat ibadahnya, sholatnya dan puasanya, ahli shodaqoh baik kepada santri-santrinya maupun pada masyarakat sekitarnya. (Adm-01A)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *