Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Dari Masa ke MasaPondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Dari Masa ke Masa

bspradiopekalongan.com, PESANTREN – Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil merupakan salah satu pondok pesantren yang memiliki sejarah panjang dan peran penting dalam perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa . Pondok pesantren ini tidak hanya dikenal karena dedikasi dalam menyebarkan ilmu agama, tetapi juga karena pengaruh besar yang diberikan oleh pendirinya, Kiai Syaichona Moh. Cholil.

Sejarah dan perjalanan pondok pesantrensebagai salah satu Pesantren tertua di Indonesia yang didirikan oleh KH. Moh. Cholil bin KH. Abdul Lathif pada tahun 1861 ini, telah mencatat berbagai perubahan dan perkembangan yang mencerminkan dinamika sosial dan kebutuhan pendidikan di masyarakat.

Awal Berdirinya Pondok

Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil didirikan oleh Kiai Syaichona Moh. Cholil, seorang ulama besar yang memiliki visi besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama di kalangan masyarakat. Kiai Cholil, yang lahir di Bangkalan, Madura, memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dan semangat untuk mendalami ilmu agama secara mendalam. Dengan bekal ilmunya, beliau kemudian mendirikan pondok pesantren ini untuk mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat sekitar.

Pondok pesantren ini awalnya dimulai dengan jumlah santri yang terbatas, namun berkat kegigihan Kiai Cholil dalam mengajarkan ilmu agama, pesantren ini semakin berkembang dan menarik minat banyak santri dari berbagai daerah. Lokasi pondok pesantren ini di Bangkalan menjadi pusat pembelajaran agama yang sangat dihormati di kalangan umat Muslim di Madura dan sekitarnya.

Kealiman Syaichona Cholil dalam bidang gramatika arab menjadi daya tarik tersendiri bagi para santri yang ingin mondok ke pesantren Mbah Kholil kala itu. Bagaimana tidak, saking alimnya mbah Kholil di bidang gramatika arab beliau sering memutuskan sebuah permasalahan hukum agama menggunakan bait al-Fiyah ibnu Malik. Pernah suatu ketika mbah Kholil ditanyakan tentang hukum makan menggunakan sendok, spontan mbah Kholil membacakan bait al-Fiyah ibnu Malik yang berbunyi

وفي اختيار لا يجيء المنفصل إذا تأتى أن يجيء المتصل

Artinya : “Dalam keadaan normal sebaiknya jangan menggunakan sendok selama masih bisa memakai tangan langsung”

Perkembangan dan Transformasi

Seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil mengalami perkembangan yang pesat. Pondok pesantren ini bukan hanya menjadi tempat untuk belajar kitab kuning, tetapi juga mulai membuka berbagai jenis program pendidikan yang lebih modern, meskipun tetap berpegang pada tradisi pesantren. Penambahan fasilitas pendidikan seperti madrasah, sekolah dasar, dan sekolah menengah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih luas, baik agama maupun umum.

Transformasi yang terjadi di pondok pesantren ini juga dipengaruhi oleh dinamika sosial dan kebutuhan zaman. Pada masa kepemimpinan Kiai Cholil, beliau sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan dan keterampilan selain ilmu agama untuk menghadapi tantangan zaman. Oleh karena itu, pesantren ini mulai membuka kesempatan bagi para santri untuk mempelajari berbagai keterampilan praktis yang berguna di dunia nyata.

Syaichona Moh. Cholil wafat pada bulan Ramadhan tahun 1925 M. sepeninggal beliau pesantren Mbah Kholil diasuh oleh putranya KH. Imron bin Syaichona Moh. Cholil, selama mengasuh pesantren KH. Imron yang mewarisi sifat zuhud dan kewara’an Syaichona Cholil menjadi pribadi yang low profile dan lebih senang melakukan uzlah (menyendiri untuk lebih mendekatkan diri pada Allah), beliau lebih sering melakukan uzlah di luar pesantren sehingga suasana pesantren tidak lagi sama dengan masa pada saat diasuh oleh Syaichona Moh. Cholil.

Setelah KH. Imron wafat, kepengasuhan pesantren Mbah Kholil dipegang oleh putri beliau Nyai Hj. Romlah sebab putra beliau KH. Amin bin KH. Imron diberi tugas untuk mengurus negara dan sejarah mencatat KH. Imron pernah menjabat DPR RI pada pemerintahan presiden Soeharto, selama mengasuh Pesantren Nyai Hj. Romlah memiliki cara tersendiri untuk mendidik dan menggembleng santri-santri yang ingin menimba ilmu di pesantren mbah Kholil.

Nyai Hj. Romlah merupakan waliyullah dari kalangan perempuan yang majdzub, beliau seringkali memarahi para santri tanpa alasan yang jelas dan hal ini terus beliau lakukan sampai masa kepengasuhan KHS. Abdullah Schal, salah satu putra beliau. Terkadang pada saat KHS. Abdullah Schal mengajari para santri dibawah pohon salak karena pada saat itu keadaan pesantren masih dipenuhi oleh pohon salak, Nyai Hj. Romlah marah-marah (dhukah, mdr/red) sambil membawa sebilah golok, maka spontan santri yang sedang mengaji kepada KHS. Abdullah Schal lari terbirit-birit, namun dibalik cara mengajar Nyai Hj. Romlah yang berbilang aneh itu para santri merasakan manfaat yang luar biasa tatkala terjun ditengah-tengah masyarakat, para santri menjadi santri yang tahan banting, siap menghadapi segala ujian yang menerpa sebagai tokoh masyarakat.

Sepeninggal Nyai Hj. Romlah kepengasuhan pesantren diteruskan oleh putra beliau KH. Fathurrozi kakak dari KHS. Abdullah Schal. Sebagai kakak tertua, KH. Fathurrozi bukan hanya menjadi pengasuh pesantren namun beliau juga sangat menyayangi adik-adiknya yaitu KH. Abdullah Schal, KH. Kholil AG dan KH. Kholilurrohman bahkan karena kasih sayangnya kepada saudara-saudaranya, KH. Fathurrozi sampai membiyayai seluruh pendidikan adiknya-adiknya. Selama menjadi pengasuh pesantren KH. Fathurrozi sering memberikan ijazah karomah dan kekebalan yang membuat masyarakat Bangkalan selalu antri untuk mengikuti kegiatan ini dan tidak hanya teori, KH. Fathurrozi langsung memberikan bukti keampuhan ijazahnya dengan membacok peserta ijazah kekebalan secara langsung dan terbukti orang-orang yang mengikuti ijazah KH. Fathurrozi menjadi kebal bacok.

Hari demi hari, hingga tahun demi tahunpun terlewati. Tanpa terasa KH. Fathurrozi telah meninggalkan masyarakat Bangkalan, maka tibalah giliran KHS. Abdullah Schal untuk mengasuh pesantren peninggalan buyutnya. KHS. Abdullah Schal merupakan ulama karismatik yang kealimannya sangat masyhur dikalangan para ulama bahkan karena kealimannya semasa mondok di pondok pesantren Sidogiri beliau sering menggantikan pengajian KH. Kholil Sidogiri pengasuh Sidogiri kala itu.

Selama periode kepengasuhan KHS. Abdullah Schal, pesantren mbah Kholil sejak dulu dikenal dengan sebutan nama “Pesantren Demangan” mulai ramai kembali karena KHS. Abdullah Schal bersedia morok (mengajar kitab kuning) kepada santri dan bahkan banyak pengembangan yang dilakukan oleh KHS. Abdullah Schal seperti penerapan system pengajaran klasikal yang sebelumnya hanya ada system sorogan dan wetonan.

Pada saat KHS. Abdullah Schal menjadi pengasuh pesantren, peninggalan mbah Kholil diberi nama dengan Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil sebuah penisbatan kepada nama besar Syaichona Moh. Cholil dengan harapan para santri akan senantiasa mengikuti jejak langkah Syaichona Moh. Cholil dalam mencari ilmu yang terkenal dengan sifat wara’ dan sangat ta’dzim serta memuliakan para guru yang mengajarinya ilmu pengetahuan.

Pada tahun 1986 KHS. Abdullah Schal menerapkan sistem pengajaran klasikal untuk madrasah tingkat Ibtidaiyah dengan nama Madrasah Diniyah Salafiyah al-Ma’arif dan pada tahun 1989 Madrasah Diniyah salafiyah al-Ma’arif membuka jenjang Tsanawiyah dilanjutkan dengan membuka jenjang Aliyah Tarbiyatul Mu’allimin pada tahun 1992.

KHS. Abdullah Schal merupakan seorang tokoh dengan pandangan yang cemerlang dan ide yang bagus, pemahaman serta pengetahuan beliau tentang perkembangan dunia pendidikan melampaui tokoh Madura pada umumnya. Bagaimana tidak, pada tahun 1982 KHS. Abdullah Schal membuka MTs dan pada tahun 1987 membuka SMA padahal pada waktu itu banyak tokoh Madura yang beranggapan SMA merupakan sekolah yang tidak penting bahkan ada sebagian tokoh yang mengharamkan sekolah SMA namun pemahaman KHS. Abdullah Schal akan kebutuhan pendidikan bagi masyarakat di masa yang akan datang membuat beliau bersikukuh mendirikan SMA sehingga lambat laun langkah ini mulai diikuti oleh beberapa Pondok Pesantren di Madura.

Diakhir kepengasuhan beliau sangat menginginkan untuk mendirikan perguruan tinggi sebagai kelanjutan dari SMA sehingga pada tahun 2007 Sekolah Tinggi Syaichona Moh. Cholil (STITS) resmi didirikan dan padah tahun 2010 STITS beralih status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Syaichona Moh. Cholil (STAIS). KHS. Abdullah Schal wafat pada tanggal 2 Ramadhan 1429 / 3 September 2008 dengan meninggalkan segudang prestasi gemilang melalui pengambangan pesantren diberbagai lini, tidak ketinggalan metode dakwahnya yang diterima oleh masyarakat luas sehingga dengan kepergian beliau masyarakat Madura merasa kehilangan salah satu sosok panutan yang selalu meneduhkan dan memberikan kedamaian kepada siapapun.

Dengan wafatnya KHS. Abdullah Schal tongkat kepengasuhan Pondok Pesantren beralih pada RKH. Fakhrillah Aschal sebagaimana KHS. Abdullah Schal dibawah kepengasuhan RKH. Fakhrillah Aschal pesantren terus mengalami perkembangan utamanya dalam bidang pendidikan, pada tahun 2009 dibuka pengajaran cara cepat membaca kitab kuning dengan metode Amtsilati bagi semua santri baru dan pada tahun 2011 metode Amtsilati dirubah dengan metode al-Miftah Lil Ulum agar tujuan yang diinginkan lebih bisa dimaksimalkan karena kedekan Ponpes Syaichona Moh. Cholil dengan Ponpes Sidogiri dalam berbagai hal. (Adm-02A)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *