Perceraian Rumah Tangga dalam Islam Tidak Haran Namun Namun Dibenci AllahPerceraian Rumah Tangga dalam Islam Tidak Haran Namun Namun Dibenci Allah

bspradiopekalongan.com, PERNIKAHAN – Pernikahan dalam agama Islam merupakan bagian dari pada Syari’at (aturan/hukum Islam) dan bagi siapa yang melaksanakanya sesuai dengan aturan agama, maka pahala menyertainya dalam pernihanan sebagai kebutuhan hidup manusia secara berkelanjutan bergenerasi dengan sebaik-baiknya.

Pernikahan bukan sekedar hanya sekedar akad (perjanjian) diantara seorang suami dan isteri, lebih dari itu Islam mensyariatkan pernikahan sebagai sebuah ibadah. Karena setiap pasangan suami isteri sudah barang tentu menginginkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah dalam menjalani rumah tangga yang akan dibangun dalam pernikahan itu.

Pada dasarnya Islam menghendaki setiap perkawinan berlangsung selama-lamanya, namun realitanya kehidupan suami isteri adakalanya berlangsung dengan tentram dan damai, namun tidak jarang juga timbul perselisihan sehingga tidak tampak keharmonisan dalam keluarga, bahkan sulit diselesaikan dengan baik dan damai yang berujung pada perceraian.


Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.

Sesungguhnya Islam tidak melarang perceraian, namun sangat dibenci oleh Allah SWT. Hal ini terbukti pada isyarat Rasulullah SAW, bahwa thalaq atau perceraian adalah perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah :

عن ابن عمر رضي اهلل عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : أبغض الحلال إلى الله الطالق

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai”. (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Isyarat Rasulullah SAW di atas menunjukan bahwa thalaq atau perceraian, merupakan alternatif terakhir, sebagai pintu darurat yang boleh ditempuh apabila batera rumah tangga tidak lagi dapat dipertahankan keutuhan dan kesinambungannya. Maka pada saat-saat seperti itu, Islam membolehkan penyelesaian satu-satunya yang terpaksa harus ditempuh.

Jika ketidaksinambungan itu datang dari pihak suami, maka ditangannya terletak thalaq yang merupakan salah satu haknya. Dan jika ketidaksinambungan itu datang dari pihak isteri, maka Islam membolehkan menebus dirinya dengan jalan khulu‘, yaitu mengembalikan mahar kepada suaminya guna mengakhiri ikatan sebagai suami isteri.3

Oleh karenanya, agama Islam memberikan hak yang sama (musâwah) dalam melakukan pilihan diantara suami atau isteri untuk tetap melanjutkan pernikahannya atau melepaskannya, mana yang paling baik bagi hubungan mereka. Namun pilihan mana yang akan diambil keduanya, merupakan jalan terbaik. Karena itu perlu diproses secara baik pula. Pertimbangan-pertimbangan yang lebih mendasar, merupakan argumen yang sah bagi isteri untuk mengajukan khulu‘ kepada suaminya, bukan sekedar argumen hawa nafsu belaka.4

Terhadap permasalahan khulu‘, AlQuran dan Al-Sunnah hanya berbicara yang masalah prinsip, maksudnya hanya menyangkut kebolehan terjadinya khulu‘ tanpa menjelaskan persoalan-persoalan hukum yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam AlQuran surat Al-Baqarah ayat 229:

ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا۟ مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْـًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا ٱفْتَدَتْ بِهِۦ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. (Adm-01A)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *