bspradiopekalongan.com, PESANTREN – Di kalangan pesantren, terdapat berbagai bentuk riyadloh atau latihan spiritual yang dilakukan oleh para santri untuk mendekatkan diri kepada Allah serta mengasah ketahanan jiwa dan raga. Salah satu bentuk riyadloh yang cukup dikenal di dunia pesantren tradisional adalah ngerowot. Ngerowot bukan sekadar praktik diet atau puasa, melainkan latihan rohani yang sarat makna. Ia adalah cara santri menempa diri dalam kesederhanaan, pengendalian nafsu, dan ketaatan spiritual.
Apa Itu Ngerowot?
Secara harfiah, “ngerowot” berasal dari bahasa Jawa yang berarti meninggalkan makanan pokok (nasi) dan hanya makan makanan sederhana seperti singkong, ketela, jagung, atau umbi-umbian lainnya. Dalam praktiknya, ngerowot dilakukan oleh santri sebagai bentuk tirakat, yakni laku prihatin atau pengendalian diri yang dilandasi oleh niat ibadah dan pendekatan spiritual.
Ngerowot bisa dilakukan dalam jangka waktu tertentu—tiga hari, tujuh hari, bahkan hingga empat puluh hari—tergantung pada hajat atau tuntunan dari kyai. Biasanya, santri melakukan ngerowot untuk mendapatkan ketenangan batin, memperkuat hafalan, membersihkan hati dari penyakit ruhani, atau memohon keberkahan dan kemudahan dalam menuntut ilmu.
Ngerowot sebagai Latihan Pengendalian Diri
Salah satu pelajaran utama dari ngerowot adalah pengendalian nafsu. Dalam kehidupan modern yang serba instan dan penuh godaan, manusia cenderung mudah tergoda oleh kenikmatan duniawi. Ngerowot mengajarkan santri untuk menahan diri dari kenikmatan makan, melatih kesabaran, dan menerima hidup dalam kesederhanaan. Dengan hanya makan makanan sederhana, santri diajak untuk merasakan kehidupan orang-orang yang kurang beruntung, sekaligus mematangkan empati dan keikhlasan.
Nilai Spiritual dan Filosofis
Ngerowot bukan semata menahan lapar atau meninggalkan nasi. Lebih dalam dari itu, ngerowot merupakan laku spiritual yang memperhalus batin. Ketika tubuh dijauhkan dari kemewahan, hati menjadi lebih peka, pikiran lebih jernih, dan ruh lebih siap menerima cahaya ilmu dan hikmah dari Allah. Dalam keadaan sederhana, santri lebih mudah fokus dalam ibadah, lebih husyu’ dalam doa, dan lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Secara filosofis, ngerowot mengajarkan bahwa kesederhanaan adalah jalan menuju kekuatan ruhani. Dalam tradisi para wali dan ulama terdahulu, kesederhanaan dalam makanan, pakaian, dan hidup sehari-hari menjadi cara untuk menjaga hati dari ketamakan dan keangkuhan. Ngerowot melatih santri agar tidak dikendalikan oleh perut, melainkan oleh akal dan hati nurani.
Konteks Sosial dan Kebudayaan
Di banyak pesantren, ngerowot menjadi bagian dari budaya dan tradisi yang diturunkan dari para pendiri pondok. Meskipun tidak wajib, praktik ini dianjurkan sebagai bentuk latihan diri. Dalam lingkungan pesantren yang menjunjung tinggi nilai kesederhanaan dan ketaatan, ngerowot dipandang sebagai bentuk kesungguhan santri dalam menempuh jalan ilmu dan spiritualitas.
Ngerowot juga menjadi penyeimbang di tengah budaya konsumtif. Ia mengajarkan santri untuk hidup cukup, tidak berlebih-lebihan, dan senantiasa bersyukur atas nikmat sekecil apa pun.
Ngerowot adalah riyadloh khas pesantren yang penuh makna. Ia bukan sekadar menahan diri dari nasi, melainkan bentuk latihan ruhani yang melatih keikhlasan, kesabaran, dan kedekatan kepada Allah. Di balik praktik sederhana ini tersembunyi pelajaran besar tentang pengendalian diri, empati, dan kekuatan spiritual. Bagi santri, ngerowot adalah jalan sunyi menuju kedewasaan jiwa dan kedalaman ilmu.