Lembaga Falakiyah PBNU Jelaskan Potensi Perbedaan Awal RamadhanLembaga Falakiyah PBNU Jelaskan Potensi Perbedaan Awal Ramadhan

bspradiopekalongan.com, KABAR NU – Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF-PBNU) mengungkapkan bahwa potensi perbedaan dalam penentuan awal bulan Ramadhan di Indonesia sangat mungkin terjadi. Menurut PBNU, perbedaan ini terutama disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan Hijriyah, khususnya dalam penentuan awal Ramadhan.

Dalam surat LF-PBNU Nomor 36/PB.08/B.I.02.13/13/02/2025 tanggal 25 Februari 2025 perihan Pedoman Infomrasi Ramadhan 1446 H, memuat beberapa pedoman dalam memenapkan awal bulan Ramadhan tahun ini.

Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua LF-PBNU KH Siril Wafa tersebut, menyampaikan agar seluruh keluarga besar nahdlatul ulama dalam menentukan awal bulan ramadhan 1446 untuk menunggu keputusan resmi PBNU yang berbentuk Ikhbar yang akan disahkan oleh Rois Aam PBNU, Katib Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal berdasarkan dengan hasil rukyatul hilal yang diselenggarkan oleh Lembaga Falakiyah NU se-Indonesia dan keputusan pemerintah.

Dijelaskan bahwa ada dua metode yang umum digunakan dalam menentukan awal bulan Ramadhan, yaitu ru’yat al-hilal (melihat hilal) dan hisab (perhitungan astronomi). Metode ru’yat al-hilal mengandalkan pengamatan visual terhadap hilal atau bulan baru, yang dapat bervariasi tergantung pada kondisi cuaca dan lokasi pengamatan. Hal ini menyebabkan perbedaan penetapan awal Ramadhan antara daerah satu dengan yang lainnya.

Sementara itu, metode hisab menggunakan perhitungan ilmiah berdasarkan posisi bulan dan matahari, yang memungkinkan penentuan awal bulan lebih pasti tanpa bergantung pada pengamatan langsung. Meski demikian, menurut PBNU, meski metode ini lebih akurat, masih ada beberapa organisasi Islam di Indonesia yang lebih memilih metode ru’yat al-hilal karena faktor tradisi dan keyakinan masing-masing.

Adapun perkiraan penetapan awal bulan berdasarkan hisab menunjukan hal yang menarik. Sebab

Ketinggian hilal menjelang Ramadhan 1446 H di Indonesia saat ini hampir seluruhnya berada di bawah kriteria imkanur rukyah, kecuali di sebagian wilayah di Aceh. Di ujung barat Indonesia itu, ketinggian hilal sudah melebihi 3 derajat dan elongasinya di atas 6,4 derajat, sedangkan di wilayah lainnya belum mencapainya.

Melihat data tersebut, keputusan sidang isbat dan ikhbar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) harus menunggu informasi hasil dari rukyatul hilal yang digelar di sebagian wilayah Aceh tersebut. Sebab, hanya di sanalah, kesaksian yang dapat melihat hilal bisa diterima, sedangkan jika ada yang dapat melihat hilal di wilayah bagian timur Aceh dapat tertolak karena ketinggiannya yang belum memenuhi kriteria kemungkinan hilal dapat terlihat.

Dalam kesempatan ini, PBNU juga mengajak umat Islam untuk lebih mengedepankan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antar sesama umat Islam) meskipun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan ibadah. Ia mengingatkan bahwa perbedaan tersebut seharusnya tidak menjadi penghalang untuk saling menghormati dan menjaga kebersamaan dalam menjalankan ibadah Ramadhan.

Secara lebih detil, ijtimak atau konjungsi terjadi pada Jumat Legi 28 Februari 2025 M pukul 07:45:14 WIB berdasarkan perhitungan metode ilmu falak (sistem hisab) jama’i atau tahqiqy tadqiky ashri kontemporer khas Nahdlatul Ulama.

Perhitungan dilakukan untuk hari Jumat Legi 29 Sya’ban 1446 H yang bertepatan dengan tanggal 28 Februari 2025 M pada titik Gedung PBNU Jl Kramat Raya Jakarta Pusat dengan koordinat 6º 11’ 25” LS 106º 50’ 50” BT.

Adapun tinggi hilal mar’ie adalah +3 derajat 49 menit 45 detik, sedangkan elongasi hilal haqiqi 6 derajat 06 menit 12 detik. Hal ini menunjukkan bahwa hilal belum memenuhi kriteria imkanur rukyah.

Sementara letak matahari terbenam pada 7 derajat 55 menit 00 detik selatan titik barat, sedangkan letak hilal berada 6 derajat 00 menit 10 detik selatan titik barat dengan kedudukan hilal 1 derajat 54 menit 50 detik utara Matahari dalam keadaan hilal miring ke utara. Lama hilal di atas ufuk 19 menit 10 detik.

Diketahui bahwa parameter hilal terkecil terjadi di Kota Merauke Provinsi Papua Selatan dengan tinggi hilal mar’ie +2 derajat 52 menit, elongasi hilal haqiqy 4 derajar 54 menit dan lama hilal di atas ufuk 15 menit 10 detik. Sementara parameter hilal terbesar terjadi di Kota Lhoknga, Aceh dengan tinggi hilal mar’ie +4 derajar 25 menit, elongasi hilal haqiqy 6 derajat 28 menit dan lama hilal di atas ufuk 22 menit 55 detik.  (Adm-01A)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *