bspradiopekalongan.com, FIKIH – Ada apa dengan DOA QUNUT? Pertanyaan ini seperti menu makanan yang tidak lekang dimakan waktu dari perbincangan sebagian umat beragama. Bahkan, tidak jarang para pemeluk agama yang taat turut membincangkan bagaimana status hukumnya.
Sebagaimana yang ditulis oleh KH Ma’ruf Khozin salah satu pengurus MUI Jawa TImur dalam catatanya ada temannya yang minta informasi atas pernyataan seorang guru besar yang menyatakan di youtubenya bahwa doa Qunut Subuh yang kita amalkan adalah doa Qunut dalam salat witir.
Statemen itu menurut KH Ma’ruf Khozin berpotensi dapat menambah keraguan orang awam yang digugat keabsahan hadisnya dalam riwayat Ahmad, kali ini dari sisi bacaannya. Namun demikian, untuk menjawab apakah benar dirinya menemukan dalam kitab Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra yang memberi jawaban bahwa bacaan doa Qunut dalam salat Subuh memiliki riwayat sendiri dan bukan dari doa Qunut witir saja.Al-Baihaqi menyampaikan jalur riwayatnya hingga Sahahat:
عن اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ، ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﻫﻮ اﺑﻦ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﺑﺎﻟﺨﻴﻒ ﻳﻘﻮﻻﻥ: ﻛﺎﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻨﺖ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ اﻟﺼﺒﺢ ﻭﻓﻲ ﻭﺗﺮ اﻟﻠﻴﻞ ﺑﻬﺆﻻء اﻟﻜﻠﻤﺎﺕ: ” اﻟﻠﻬﻢ اﻫﺪﻧﻲ ﻓﻴﻤﻦ ﻫﺪﻳﺖ، ﻭﻋﺎﻓﻨﻲ ﻓﻴﻤﻦ ﻋﺎﻓﻴﺖ، ﻭﺗﻮﻟﻨﻲ ﻓﻴﻤﻦ ﺗﻮﻟﻴﺖ، ﻭﺑﺎﺭﻙ ﻟﻲ ﻓﻴﻤﺎ ﺃﻋﻄﻴﺖ، ﻭﻗﻨﻲ ﺷﺮ ﻣﺎ ﻗﻀﻴﺖ، ﺇﻧﻚ ﺗﻘﻀﻲ ﻭﻻ ﻳﻘﻀﻰ ﻋﻠﻴﻚ، ﺇﻧﻪ ﻻ ﻳﺬﻝ ﻣﻦ ﻭاﻟﻴﺖ ﺗﺒﺎﺭﻛﺖ ﺭﺑﻨﺎ ﻭﺗﻌﺎﻟﻴﺖ “
Ibnu Abbas dan Muhammad bin Ali bin Ibn Al-Hanafiyah, keduanya berkata bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam melakukan Qunut Subuh dan Witir di malam hari dengan doa …. “
Kemudian, Al-Baihaqi masih menampilkan riwayat kedua. Lalu beliau berkesimpulan:
ﻓﺼﺢ ﺑﻬﺬا ﻛﻠﻪ ﺃﻥ ﺗﻌﻠﻴﻤﻪ ﻫﺬا اﻟﺪﻋﺎء ﻭﻗﻊ ﻟﻗﻨﻮﺕ ﺻﻼﺓ اﻟﺼﺒﺢ ﻭﻗﻨﻮﺕ اﻟﻮﺗﺮ ﻭﺃﻥ ﺑﺮﻳﺪا ﺃﺧﺬ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ اﻟﻮﺟﻬﻴﻦ اﻟﻠﺬﻳﻦ ﺫﻛﺮﻧﺎﻫﻤﺎ، ﻭﺑﺎﻟﻠﻪ اﻟﺘﻮﻓﻴﻖ
Dengan ini semua maka menjadi sah bahwa Nabi mengajarkan doa untuk Qunut Subuh dan Qunut Witir. Dan Buraid mengambil hadis ini dari 2 jalur yang telah kami sebutkan (As-Sunan Al-Kubra)
Memahami Qunut
Doa qunut yang berkembang dikalangan umat Islam ada tiga macam.
Pertama, doa Qunut Nazilah, yaitu doa yang dibacakan setelah ruku’ (i’tidal) pada rakaat terakhir shalat. Hukumnya sunnah hai’ah (kalau lupa tertingal tidak disunatkan bersujud sahwi). Qunut Nazilah dilaksanakan karena ada peristiwa (mushibah) yang menimpa, seperti bencana alam, flu burung dan lainnya. Qunut Nazilah ini mencontoh Rasulullah SAW Yang memanjatkan doa Qunut Nazilah selama satu bulan atas mushibah terbunuhnya qurra’ (para sahabat Nabi SAW yang hafal al Qur’an) di sumur Ma’unah.
Kedua, qunut shalat witir. Menurut pengikut Imam Abu Hanifah (hanafiyah) qunut witir dilakukan dirakaat yang ketiga sebelum ruku’ pada setiap shalat sunnah. Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal (hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku’. Menurut Pengikut Imam Syafi’i (syafi’iyyah) qunut witir dilakukan pada akhir shalat witir setelah ruku’ pada separuh kedua bulan Ramadlan. Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan.
Ketiga qunut pada raka’at kedua shalat Shubuh. Menurut pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad doa qunut shalat Shubuh hukumnya tidak disunnahkan karena hadits Nabi SAW bahwa ia pernah melakukan doa qunut pada saat shalat Fajar selama sebulan telah dihapus (mansukh) dengan ijma’ sebagaiman diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:
رَوَى ابنُ مَسْعُوْدٍ: أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَنَتَ فِيْ صَلاَةِ الفَجْرِ شَهْراً ثُمَّ تَرَكَهُ
Artinya : “Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud: Bahwa Nabi SAW telah melakukan doa qunut selama satu bulan untuk mendoakan atas orang-orang Arab yang masih hidup, kemudian Nabi SAW meninggalkannya.” (HR. Muslim)
Menurut pengikut Imam Malik (Malikiyyah) doa qunut shalat Shubuh hukumnya sunnah tetapi disyaratkan pelan saja (sirr). Begitu juga menurut Syafi’iyyah hukumnya sunnah ab’adl (kalau lupa tertinggal disunatkan sujud sahwi) dilakukan pada raka’at yang kedua shalat Shubuh. Sebab Rasulullah SAW ketika mengangkat kepala dari ruku’ (i’tidal) pada rakaat kedua shalat Shubuh beliau membaca qunut. Dan demikian itu “Rasulullah SAW lakukan sampai meninggal dunia (wafat)”. (HR. Ahmad dan Abd Raziq)
Imam Nawawi menerangkan dalam kitab Majmu’nya:
مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ القَُنُوْتُ فِيْهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ أَمْ لَمْ تَنْزِلْ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ
Artinya : “Dalam Madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam shalat Shubuh, baik karena ada mushibah maupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulma’ salaf”. (al-Majmu’, juz 1 : 504) Penulis berpendapat tentang bagaimana dua hadits tentang doa qunut pada shalat Shubuh yang tampa’ tidak sejalan.
Cara kompromi untuk mendapat kesimpulan hukum (thariqatu al-jam’i wa al-taufiiq) dapat diuraikan, bahwa hadits Abu Mas’ud (dalil pendapat Hanafiyyah dan Hanabilah) menegaskan bahwa Nabi SAW telah melakukan qunut selama sebulan lalu meninggalkannya tidak secara tegas bahwa hadits tersebut melarang qunut shalat Shubuh setelah itu. Hanya menurut interpretasi ulama yang menyimpulkan bahwa qunut shalat Shubut dihapus (mansukh) dan tidak perlu diamalkan oleh umat Muhammad SAW.
Sedangkan hadits Anas bin Malik (dalil pendapat Malikiyyah dan Syafi’iyyah) menjelaskan bahwa Nabi SAW melakukan qunut shalat Shubuh dan terus melakukannya sampai beliau wafat. Kesimpulannya, ketika interpretasi sebagian ulama bertentangan dengan pendapat ulama lainnya dan makna teks tersurat (dzahirun nashs) hadits, maka yang ditetapkan (taqrir) adalah hukum yang sesuai dengan pendapat ulama yang berdasrkan teks tersurat hadits shahih. Jadi, hukum doa qunut pada shalat Shubuh adalah sunnah ab’adl, yakni ibadah sunnah yang jika lupa tertinggal mengerjakannya disunatkan melakukan sujud sahwi setelah duduk dan membaca tahiyat akhir sebelum salam. (Adm-01A)