bspradiopekalongan.com, MUSLIMAH VIBE – Perempuan selalu seksi menjadi perbincangan, terlabih ketika moralitas atau agama menjadi sudut pandang ditengah transformasi kehidupan y ang begitu pesat. Salah satu hal yang sering menjadi perbincangan dikalangan perempuan adalah soal bolehkah Foto diri sendiri diupload di media sosial meraka?
Menurut Ning Nurun Sariyyah yang merupakan Pengurus LKKNU PWNU Jatim menuliskan, hukum yang berkaitan dengan foto, ngga cuma soal perempuan. Foto makhluk bernyawa, termasuk laki-laki sampai hewan pun masuk dalam satu kajian hukum. Mengunggah, melihat, menjebret, sak paket namun selalu perempuan menjadi objek. Andai k ata dibalik misalnya, bolehkah itu dilakukan oleh laki-laki? Kalau boleh, kenapa oleh perempuan ndak boleh?
Maka asumsi akan mengarah kepada perempuan yang menjadi madzinnatus syahwat. Berpotensi disyahwati, menarik syahwat, mengandung fitnah dan segambreng efek pesona lainnya. Padahal Soal fitnah yang nempel sama perempuan ini kalian perlu banget baca buku terbaru Kang Faqih Abdul Kodir “Perempuan Bukan Sumber Fitnah”.
Soal fitnah ini kuanggap selesai, ya. Umma ngga mau bahas panjang tentang potensi fitnah perempuan. Tapi yang perlu disampaikan di sini adalah tentang attaswiyah fit taklif. Ini bukan soal perempuan yang mengunggah foto. Tapi soal hukum mengunggah foto itu sendiri, baik diunggah oleh perempuan maupun oleh laki-laki.
Pentingnya memehami masalah
Akar masalah ini ada pada kesamaan foto/gambar dengan perwujudan nyatanya sebagai makhluk bernyawa. Dilanjutkan dengan hukum melihat lawan jenis yang ditarik kepada hukum melihat fotonya. Ditarik lagi kepada hukum menggambar atau menjebret dan mengunggahnya. Apa hukumnya?
Tentu saja ikhtilaf alias terjadi perbedaan pendapat para ulama.
Singkatnya, Umma ambil fatwa dari Daarul Ifta’ Mesir yang mengatakan bahwa sebuah foto baik foto manusia maupun hewan yang marak sekarang ini bukanlah suatu masalah dengan beberapa catatan. Yakni, foto tersebut tak dijadikan media pemujaan atau sesembahan, tak memiliki motif untuk merangsang naluri seksual, menyebarkan hal cabul, dan menghasut orang lain berbuat keharaman.
Selesai.
Memahami Etika Syahwat
Sekarang kita bahas pada batasan naluri seksual atau yang dikenal dengan syahwat ini.
Apa sih tandanya muncul syahwat saat memandang atau menyentuh itu?
Apakah saat deg2an? Ataukah sampai mimisan?
Wahai netizen yang budiman,
Adapun batasan syahwat dalam pandangan maupun sentuhan fisik adalah bergeraknya alat vital (ereksi) atau bertambahnya gerakan ketika sebelumnya sudah ereksi.
Ngerti ereksi a?? Yo ngunu kui.
Lha foto itulah yang dapat menimbulkan fitnah. Definisi fitnah menurut Mbah Yai Nawawi al-Bantani adalah sebuah kecondongan dan dorongan untuk melakukan jima’ atau persetubuhan.
Nah, bisa bedakan ya antara terangsang syahwat dan sekedar terpesona kagum?!
Berarti, jika melihat foto lawan jenis kemudian hanya terdecak kagum saja karena kecantikan atau ketampanannya maka hal tersebut bukan termasuk kategori fitnah maupun syahwat.
Jadi, sampun jelas nggih…
Boleh ndak ngunggah foto? Ya boleh.
Perempuan boleh? Ya sama aja.
Batasannya apa?
Tentu saja ndak mbukak aurat, juga ndak ada motif merangsang syahwat, menyebarkan hal cabul, dan menghasut orang lain berbuat keharaman. Dan satu lagi yang perlu diperhatikan, bahwa hal ini juga penting dipahami oleh kaum laki-laki.
Perempuan kerap dipermasalahkan berpose aduhai semlohai, ya memang mengundang syahwat lelaki. Sementara tak sedikit lelaki yang menampilkan otot-brotot, six pack, dan dada bidangnya, hingga auratnya nampak, tak dipersoalkan.
Perempuan adalah sumber pesona bagi lelaki. Pun lelaki, adalah sumber pesona bagi perempuan. Jadi sama-sama jaga batasan. Perempuan jaga batasan. Laki-laki pun demikian. Selebihnya, kok masih saja ada yang timbul syahwat padahal foto sudah sesuai batasan. Sedikit ini semoga ada manfaatnya.