Bolehkah Isteri Menolak Keinginan Suami Karena Alasan Melakukan Ibadah?Bolehkah Isteri Menolak Keinginan Suami Karena Alasan Melakukan Ibadah?

bspradiopekalongan.com, MUSLIMAH VIBE – Kehidupan rumah tangga seorang suami dan isteri memang penuh rahasia dan pertanyaan diantara satu sama lainya, termasuk persoalan yang berkaitan dengan istimna‘ (hubungan suami isteri) yang sudah menjadi hak dan kewajiban dalam rumah tangga.

Selain karena membangun rumah tangga adalah sebuah ibadah dalam agama Islam, namun sebetulnya juga bertujuan untuk menjaga kesucian diri seseorang untuk menyalurkan hasrat seksualnya dengan cara yang halal dan terhormat. Karena kebutuhan biologis dalam setiap individu manusia merupakan fitrah dari Allah Swt. Sehingga membangun rumah tangga bukanlah sekedar ikatan sosial, melainkan menjadi ibadah yang membawa ketenangan lahir dan batin.

Salah satu persoalan yang mucul dalam kehidupan rumah tangga salah satunya, seorang isteri pada satu hari menolak ajakan suaminya untuk berhubungan intim, karena sedang hendak melakukan ibadah sholat sunnah dhuha. Selain pada waktu sebelumnya suami sudah diberikan “jatah” begituan, sebenarnya juga isteri tengah dalam kondisi siap (suci mengambil wudlu) untuk melakukan ibadah sholat dhuha. Lalu pertanyaan muncul, bolehkah isteri menolak keinginain (ajakan) suami itu dengan alasan melakukan ibadah?

Untuk melihatnya, berikut akan dijelaskan dari perspetif Fikih atau syariat yang merupakan hal pasti (qath’i) dan menghindari perasaan, ego atau lainya yang lebih sensitif. Namun dari sisi ajaran agama Islam dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu :

Pertama, perlu diketahui bahwasnya Melayani Suami/Isteri (imtina‘) atau berhubungan intim merupakan adalah kewajiban seorang suami isteri dalam rumah tangga. Selagi tidak dalam kondisi madharat (dilarang agama) seperti Wanita sedang haid, sakit dan udzur syar’i lainya, maka sepenuhnya melayani pasangan merupakan kewajiban syariat. Sebagaimana salah satu hadis Rasulullah Saw dari Ibnu majah :

فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم …والذي نفس محمد بيده لا تؤدي المرأة حق ربها حتى تؤدي حق زوجها

Artinya : “Rasulullah SAW bersabda, ‘… Demi Allah, Zat yang memegang jiwa Muhammad, seorang perempuan belum memenuhi kewajiban Tuhannya hingga ia memenuhi kewajiban terhadap suaminya,’” (HR Ibnu Majah)

Kewajiban melayani suami-isteri dalam permasalahan rumah tangga ini tidak terbatas selama tidak dalam kondisi udzur syar’i, walaupun setiap hari suami-isteri minta maka berhak untuk mendapatkanya. Karena melayani suami-isteri ini adalah wajib dan yang perlu diingat wajib ini bukan untuk suami atau isteri, tapi yang namanya wajib itu adalah ibadah menjalankan perintah Allah Swt. Seperti menunaikan sholat lima waktu itu wajib, maka harus dilakukan buk kewajiban kita itu.

Kedua, menunaikan kewajiban agama itu bentuk penghambaan kepada Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, bahwasnya hikmah dari adanya kewajiban itu untuk mengatasi karakter pembawaan manusia selalu berat untuk melakukan sesuatu sebagaimana dijelaskan Syaikh Ibnu Atho’illah Assakandari dalam Kitabnya Al Hikam memberikan penjelasan kenapa Allah mewajibkan ibadah kepada hamnya:

علم قلة نهوض العباد إلى معاملته فأوجب عليهم وجود طاعته فساقهم إليه بسلاسل الإيجاب

Artinya, “Allah memaklumi rendahnya semangat hamba-Nya untuk berinteraksi dengan-Nya, maka dari itu Dia mewajibkan adanya ketaatan untuk mereka sehingga Dia menggiring mereka kepada-Nya dengan belenggu kewajiban.”

Sehingga yang perlu dipahami dalam Islam, bahwa ibadah wajib itu lebih utama dari ibadah sunnah dan ibadah lainya. Seperti halnya sholat lima waktu dan puasa Ramadhan. Begitupula melayani suami-isteri adalah ibadah wajib yang harus dilakukan dalam rumah tangga.

Imam Suyuthi menjelaskan dengan detil persoalan itu dengan kaidah : الفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ Artinya : “Amalan wajib lebih utama daripada amalan sunnah.”

Ketiga, ibadah wajib itu lebih besar pehalanya, keutamaanya dan rahasianya bagi orang yang beriman. Meskipun kadangkala ada orang yang memang malas atau kurang bersemangat menunaikan kewajiban, namun lebih gemar dan ringan melaksanakan ibadah sunnah. Seperti sukar menunaikan sholah lima waktu yang hukumnya wajib, namun suka menunaikan sholat dhuha atau bahkan sholat hajat dan sholat tahajud ditengah malam yang hukumnya sunnah karena memiliki keinginan dan harapan yang ingin dikabulkan.

Padahal yang sebenarnya itu sholat lima waktu lebih besar pahalanya dan keutamaanya melebihi sholat sunnah yang dilakukan berkali-kali. Begitupula dalam menjalankan ibadah wajib melayani suami-isteri, bisa jadi menjadikan munajat dan doanya lebih cepat dikabulkan atau menjadi sebab kesalehan diri dan anak-anaknya. Imamul Haramain dalam kitabnya Al Asbah Wan Nadhair menjelaskan, bahwa Allah Swt mengkhususkan kepada Rasulillah Saw dengan mewajibkan sesuatu yang besar pahalanya dan pahala amalan wajib itu, lebih besar dari pada pahala amalan sunnah.

Makanya jangan sampai ada pada diri kita pikiran atau anggapan jika ibadah sunnah yang memiliki keutamaan tertentu melebihi dari ibadah wajib, karena ibadah wajib itu lebih utama dari ibadah sunnah. Sahabat Abu Huraiarah, meriwayatkan hadis dari Rasulullah yang menjelaskan persoalan ibadah wajib ini, dimana keutamaan wali Allah yang mendahulukan amalan wajib dari yang lainya, karena Allah Swt mencintai amalan wajib.

إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

Artinya : “Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari, no. 2506)

Wallahu A’lam. Muhammad iIlman Nafia (Ketua Lakpesdam PCNU Kota Pekalonga).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *